BEKERJA BUAT SIAPA, HIDUP UNTUK APA?


Aku tidak ingin pada saat aku mati,
Aku baru tahu bahwa aku tidak pernah hidup
(Friedrich Wilhelm Nietzsche 1844-1900)


Pertanyaan klasik yang senantiasa yang selalu saja diulang-ulang : Hidup untuk apa sih ? banyak orang yang hingga matinya pun tidak bisa mengerti untuk apa sebenarnya dirinya hidup. Apakah hidup untuk memuaskan diri sendiri atau mambahagiakan orang lain? Membahagiakan orang tua?

Orang beragama yang biasanya mengatakan untuk mendapatkan ridho Tuhan pun, banyak yang belum benar-benar mengerti. Sesungguhnya arti DIRIDHOI.

Orang kan ingin hidup bahagia, orang tidak ingin hidup menderita, makanya mereka hidup untuk menemukan dan mengejar kebahagiaan. Berbagai upaya sesungguhnya sadar tidak sadar adalah untuk memperoleh itu. Kebahagian, hal yang tak akan sama jawabnya bila tiap manusia ditanya apalah artinya. Kebahagiaan bisa mempunyai makna jutaan pada tiap-tiap orang.

Saya akan bahagia bila bertemu kekasih saya, sedetik saja. Saya akan berbahagia jika mendapatkan apa saja yang saya inginkan, saya bahagia bila orang yang saya cintai bahagia, atau saya akan menjadi manusia paling bahagia bila bisa memberi sesuatu pada orang lain. Malah kebahagiaan seringkali bisa dibeli dengan uang. Melihat anak istri tercukupi kebutuhannya misalnya, adalah kebahagiaan bagi seorang suami, makanya usaha keras akan dilakukan untuk membeli kebahagiaan itu: mencarikan anak sekolah yang terbaik, membangunkan rumah kokoh dan mewah untuk bernaung keluarga, membelikan hadiah romantis untuk sang istri, mengantarkan mereka liburan ditempat-tempat terbaik didunia, atau memastikan bahwa mereka tidak akan pernah kekurangan bahkan setelah Ia mati atau
kebahagiaan menaklukkan perempuan paling cantik dengan uang atau sekedar Memuaskan hobi mengoleksi barang antik, Adalah sebagian kebahagiaan yang bisa dibeli. Tentu tidak semuanya dapat dimateriil kan? Dapat menyaksikan matahari terbit dan sekedar menghirup udara pagi, atau sekedar bisa sholat fajar dua rakaat saja adalah kebahagiaan bagi sebagian orang. Tetapi apa sih kebahagiaan sejati itu?

Kaum filosof Yunani pada masa pra Socrates pernah mendefinisikan bahwa orang yang mendapatkan kebahagiaan sejati adalah orang mampu terlepas atau mandiri dari ketidakpastian-ketidakpastian. Saya menerjemahkannya sebagai manusia mandiri, manusia independen, manusia yang memastikan tidak ada sesuatu hal didunia ini yang mampu dijadikan tempat tergantung. Sebab semuanya tidak ada yang abadi, tidak yang selamanya, Sebab semuanya adalah tidak ada pasti kecuali Tuhan.

Ada sebuah cerita, seorang filosof bernama Anaxighoras, filosof yang amat disegani oleh Kaisar Alexander yang agung (Iskandar Zulkarnain 356-323 SM). Manusia ini mempunyai kebiasaan hidup tinggal di dalam tong dan menikmati sinar matahari pagi. Dari dalam ‘rumahnya’ itu sering terjadi dialog-dialog filosofis dengan orang-orang yang lewat. Pada suatu hari Kaisar fenomenal ini lewat, dia menghampiri Anaxighoras karena heran menyaksikan kebiasaan anehnya ini, kemudian bertanya : ‘Mengapa kamu Hai sang filosof? Bukankah kamu bisa tinggal di istana” Anaxighoras malah menjawab : “ Minggirlah, kamu menghalangi sinar matahari ke arahku” jawabnya cuek tanpa memedulikan sang kaisar agung.

Kekuasaan tidak abadi, sia-sia kita menggantungkan hidup dengan mengejarnya. Uang tidak abadi, percuma kita menghabiskan umur hanya untuk menperolehnya. Atasan kita tidak abadi, sorry kalo kita harus menjilat-jilat untuk mendapatkan restunya, Pekerjaan adalah tidak abadi, jangan khawatir di PHK bila apa yang dilakukan adalah sudah yang terbaik untuk kebenaran atau mengira bahwa karena gaji besar bisa men-drive idealisme. Suami, istri, keluarga, adalah tidak abadi, cepat atau lambat kita akan ditinggalkan atau meninggalkan mereka. Pemerintah negara ini, bahkan negara ini pun nggak mungkin abadi, nggak perlu kita mengorbankan darah sesama untuk mepertahankannya bila memang tak pantas dipertahankan. Buat apa menggantungkan hidup kita, masa depan kita pada hal-hal yang tidak pasti dan tidak akan abadi.
Ya, Independensi, kemandirian, ketidaktergantungan terhadap apapun adalah kebahagiaan. Kitalah yang berkuasa, kitalah yang pegang kendali, tak satupun makhluk yang bisa menakuti, tak ada ideologi apapun yang mendikte kita, Ya, kontrol dan tanggung jawab kita langsung dengan Pencipta kita, tanpa perantara !. Saya menyebutnya Tauhid, kesaksian bahwa tidak ada yang bisa mengendalikan diri kita, tidak ada yang dijadikan naungan dan tempat bergantumg kecuali tempat kepastian abadi itu sendiri,

Nah, gimana kawan …???

Komentar

Postingan Populer