Kisah Sawo Kecik dan Pangeran Diponegoro

SAWO (Manilkara sp) berasal dari istilah Arab yakni "Shawwu", yang artinya "Luruskan". Istilah ini sering diucapkan seorang imam ketika akan memulai salat. Shawwu sufufakum....



Setelah secara licik Pangeran Diponegoro ditangkap Kumpeni, sekaligus menandai berakhirnya Perang Jawa (1825-1830), pengikut dan laskar-laskarnya menyebar ke berbagai penjuru Tanah Jawa bahkan ke luar Jawa, mendirikan desa-desa baru dan selaligus menjadi penyebar ajaran Islam. Para laskar Diponegoro yang menyebar di daerah Jawa, menancapkan kuku dakwah ke beberapa daerah, di antaranya, Pemalang, Banyumas, Kebumen dan ke timur sampai Madiun dan Malang, yang ke utara sampai ke arah Blora, Cepu, daerah Rembang. Di mana para pengikut diponegoro menyebar, maka di situ menjadi basis untuk dakwah di hari-hari berikutnya.
Salah satu ciri yang dibawa para laskar Diponegoro ialah adanya pohon sawo berjajar dan kemudian ada pohon sawo kecik (Manilkara kauki) di kanan-kiri rumah mereka. ini merupakan kode di antara pengikut pangeran Diponegoro. untuk mengenali satu sama lain, Pohon sawo tersebut mempunyai filosofi bahwa para laskar Diponegoro agar merapatkan shaf (bhs Arab: Shawwu) sedangkan pohon Sawo Kecik (bhs Jawa: sarwo becik) bermakna serba kebaikan. Pohon Sawo berjajar itu melambangkan untuk merapatkan barisan atau shaf, yang berarti sambil menunggu untuk berjihad kembali (melawan kumpeni Belanda), rapatkanlah barisan dan tebarkanlah kebaikan untuk sesama.

Bila suatu saat berkesempatan mengunjungi Kraton Surakarta atau Kraton Yogyakarta, maka didalam komplek utama kraton akan dijumpai adanya barisan Pohon Sawo Kecik didalamnya. Atau, ketika berkunjung ke pedesaan di Jawa menjumpai rumah kuno yang di depannya terdapat jajaran pohon Sawo, bisa jadi dulunya adalah rumah pengikut pahlawan kebanggaan Indonesia itu.


Sumber: www.edupai.blogspot.com www.historia.id ; Salim A. Fillah;2015 dalam www.kiblat.net
Foto koleksi pribadi, Lukisan "Penangkapan Diponegoro (Raden Saleh)

Komentar

Postingan Populer