ORANG-ORANG YANG CURANG (SURAT AL MUTHAFFIFIN: 1-6)

 


ilustrasi curang dalam timbangan



ORANG-ORANG YANG CURANG (SURAT AL MUTHAFFIFIN: 1-6)

M. Aris Nurcholis*

Beberapa hari terakhir ini, kita sempat dihebohkan dengan berita Kejaksaan Agung RI menangkap beberapa pimpinan sebuah BUMN besar yang mengurusi pendistribusian BBM karena diduga telah melakukan tindak pidana korupsi. Mereka juga dihubungkan dengan maraknya pemberitaan BBM jenis pertamax yang ternyata sudah dioplos dengan zat lain sehingga kualitasnya menurun dibandingkan dengan yang seharusnya. Beberapa saat setelah itu muncul kehebohan lagi karena dalam suatu sidak (inspeksi mendadak) oleh Menteri Perdagangan di sebuah pasar tradisional ditemukan minyak goreng bersubsidi (dijual dengan merk MINYAKITA) kemasan 1 liter setelah ditimbang lagi ternya isinya hanya 750-800 ML.

Yang membuat kita heran kenapa mereka sanggup melakukan tindakan tercela itu? Apakah mereka tidak takut dengan ancaman hukuman pidana? Apakah mereka tidak takut dengan ancaman hukuman akherat? Sebenarnya khusus terhadap orang-orang yang bertindak mengurangi takaran/timbangan ini, Allah SWT telah mengingatkan dalam Surat Al Muthaffifin (Surat ke- 83) khususnya di ayat 1-6.

Surat ini (khususnya di ayat diawal surat) diturunkan ketika Nabi SAW sudah berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Pada saat di Madinah Nabi SAW terkejut ketika beliau mendapati penduduk di Kota Madinah melakukan kecurangan dalam timbangan.


Celakalah orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)!

(Mereka adalah) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi.

(Sebaliknya,) apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka kurangi.

(QS, Al Muthaffifin: 1-3)

Surat Al Muthaffifin ini diawali dengan kata Wail-ul. Wail menurut bahasa artinya Celaka, Kecelakaan, kebinasaan. Orang-orang yang akan celaka baik didunia maupun di akhirat. Wail dapat diartikan juga suatu lembah didalam neraka Jahanam. Nantinya orang-orang ini akan ditempatkan di lembah wail (Neraka).

Arti Muthaffifin adalah orang-orang yang melakukan perbuatan Thatfif. Menurut bahasa Thaffafah berarti mengisi gelas tidak penuh, mengisi gelas seharusnya sampai penuh, tetapi tidak dilakukan --  muthaffifin orang yang berlaku tidak wajar. Arti yang kedua thatfif berarti Remeh, karena perbuatan ini dianggap remeh karena dia hanya mengurangi sedikit takaran. Yang ketiga, Thofafah artinya bertengkar --- dalam transaksi jual-beli jika pembeli dicurangi akan menimbulkan pertengkaran antara penjual dan pembeli.

Thatfif merupakan tindakan mengurangi sedikit, Misal takaran 1 liter tapi dikurangi 50-100 ML, 1 Kg dikurangi 0,5 - 1 ons. Muthaffifin adalah orang-orang yang apabila mereka membeli barang mereka meminta takaran penuh – sebaliknya apabila mereka menakar untuk orang lain maka mereka kurangi sendiri (ayat 2-3).

Álannaasi – berarti kecenderungan untuk mengambil keuntungan bagi dirinya, kalau menakar untuk orang lain, maka dia kurangi (mengurangi-hak orang lain). Dalam arti melakukan

a.    STANDAR GANDA (hak-kewajiban) - - - DZALIM

b.    Muslim sebagai khalifah harus berlaku ADIL bukan saja terhadap sesama umat Islam, tetapi adil terhadap semua, bahkan terhadap binatang dan tumbuhan.

Mereka itu di akherat akan celaka (ayat 1), dan di dunia dia juga celaka, karena dalam interaksi antar manusia, ketika konsumen tahu dicurangi tentu tidak akan kembali lagi, sehingga dalam jangka panjang akan merugikan dirinya sendiri.

Konteks saat ini, Muthaffifin berlaku untuk relasi antara:

1)      Penjual-pembeli

Penjual harus memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan, misal berat 1 kg harus sesuai. Tidak boleh mengurangi takaran, Contoh: BBM jenis pertamax di-oplos, gas di-oplos, minyak goreng dikurangi takarannya. Demikian juga pembeli, misal beli Buah hanya 1 kilo, tapi minta dipenuhin dan nyicipnya 8 biji.

Terdapat dalam Alquran Kisah Nabi Syuaib dan Kaum Madyan, Kaum Madyan adalah kaum yang suka mengurangi takaran, padahal mereka bukan orang miskin. Maka Allah turunkan ke tengah mereka Nabi Syua’ib a.s. untuk meluruskan tradisi mereka yang sesat dan kembali kepada ajaran Allah SWT. Tetapi Nabi seruan Nabi Syuaib  a.s. mereka dustakan sehingga akhirnya kaum Madyan diahzab dan binasa seluruhnya.

2)      Buruh – majikan atau Atasan-bawahan

Majikan/atasan Haknya minta dipenuhi, tetapi hak anak buah tidak dipenuhi. Misal hak gaji, hak THR, hak libur/cuti, hak mengembangkan diri, demikian juga sebaliknya.

3)      Pemerintah-Rakyat

Pemerintah berkewajiban memenuhi hak-hak rakyat berupa kesejahteraan, Jaminan keamanan, Keadilan, dan tidak melakukan pengurangan atas kualitas dan kuantitas fasilitas rakyat (dikorupsi). Sebaliknya Rakyat berkewajiban menjalankan kewajiban sebagai warnegara seperti membayar pajak, mematuhi hukum mem danbela negara apabila diserang musuh.

4)      Suami – Istri

Suami wajib menunaikan kewajibannya terhadap istri, memberi nafkah lahir dan batin, melindungi dll demikian juga sebaliknya.

 

Balasan untuk Muthaffifin (Ayat 4 -6)

Tidakkah mereka mengira (bahwa) sesungguhnya mereka akan dibangkitkan

pada suatu hari yang besar (Kiamat),

(yaitu) hari (ketika) manusia bangkit menghadap Tuhan seluruh alam?

(QS, Al Muthaffifin: 4-6)

Apakah orang-orang itu tidak menduga bahwa mereka kelak akan dibangkitkan? Yadzunnu – menduga datangnya hari kiamat saja bisa menghentikan melakukan kecurangan, apalagi sudah yakin bahwa akan dibangkitkan di hari yang sangat besar (liyaumin ádziim). Dimana seluruh manusia dari Zaman Nabi adam dihadapkan pada Tuhan-nya di Padang Mahsyar, Mereka menanti penghakiman Allah SWT sebelum akhirnya para mutahffifin ini akan di lemparkan ke neraja Jahanam.

 

*disampaikan pada Kultum Ba’da Dhuhur di Masjid Bahrul Ulum BPPSDMKP Ancol, Senin 17 Ramadhan 1446H/17 Maret 2025 M

Komentar

Postingan Populer