GEN Z: MEMAHAMI PERBEDAAN GENERASI DAN GAYA KERJA
GEN Z: MEMAHAMI PERBEDAAN GENERASI DAN GAYA KERJA
Reprized by: Nurcholis Pusriskan
Gaya seseorang berperilaku di tempat kerja akan sangat dipengaruhi oleh
‘generasi’ ketika ia lahir. Hal ini disebabkan karena masing-masing generasi
memiliki perspektif yang berbeda tentang bagaimana seharusnya tempat kerja
ideal. Generasi yang lahir jauh lebih dulu berbeda perspektifnya (harapan &
pengalaman) dengan generasi yang jauh lebih muda. Perbedaan harapan dan
pengalaman ini kemudian terwujud dalam perilaku seseorang di tempat kerja.
Tulisan ini akan membahas 6 generasi dengan keunikan yang berbeda yaitu:
o
Tradisionalis
o
Baby Boomers
o
Gen X
o
Gen Y atau Millenials
o
Gen Z
o
Gen Alpha
Tulisan ini agak panjang mengupas Generasi Y dan
Generasi Z namun akan sekelumit saja membahas generasi yang lain. Hal ini
dikarenakan Gen Y dan Z merupakan mayoritas pekerja saat ini dan ke depan,
dengan kata lain di tangan merekalah masa depan perusahaan Anda berada.
Generasi Tradisionalis
(lahir setelah 1920) – sudah punah
Generasi ini adalah para kakek-nenek-buyut kita yang besar pada jaman penjajahan colonial sehingga sering disebut sebagai generasi kolonial sebagai lawan dari generasi milenial. Saat ini tidak lagi ditemukan Generasi kolonial masih aktif di tempat kerja. Generasi tradisionalis masih sangat dipengaruhi oleh struktur sosial yang kental dengan dengan nuansa feodalisme dan kolonialisme jaman penjajahan.
Generasi
Tradisionalis memiliki gaya yang sangat hirearkis. Apa yang diperintahkan
atasan wajib dilakukan tanpa pertanyaan. Dalam situasi sosial akan sangat jelas
terlihat perbedaan antara yang mana atasan dan bawahan.
Komunikasi antara atasan dan bawahan umumnya kaku dan sangat satu arah. Konsep
pemberian feedback (umpan balik) adalah sesuatu yang masih
asing.
Generasi Baby
Boomers (lahir setelah 1940)
Mereka yang lahir sekitar tahun 1940 -1960 disebut sebagai Baby Boomers.
Istilah ‘Baby Boomers’ muncul karena generasi ini tumbuh di masa ledakan
penduduk yang terjadi pasca perang dunia kedua. Salah
satu karakteristik yang khas dari generasi Boomers adalah mereka sangat
mengedepankan nilai disiplin, keseriusan, dan bekerja keras.
Hal ini disebabkan karena mereka adalah generasi yang membangun kembali roda
perekonomian pasca peperangan.
Sangat mungkin sebagian Boomers memiliki bias ketika melihat generasi
mudah jaman sekarang (khususnya Gen Y), yang dianggap kurang serius, terlalu
santai dan kurang berkomitmen terhadap perusahaan. Bias ini umumnya terjadi
karena berkaca pada pengalaman mereka dahulu ketika masuk dunia kerja.
Pada jaman pasca kemerdakaan dulu segala fasilitas dan infrastruktur masih
penuh keterbatasan. sehingga kedisiplinan, keseriusan, dan kerja keras
adalah suatu keharusan yang tidak bisa dihindari.
Bagi para Gen Y yang memiliki atasan Baby Boomers, bila Anda
merasa mereka sangat terganggu dengan keseriusan dan kedisiplinan
para Boomers, berusahalah memahami. Mereka besar dan tumbuh dijaman
ketika butuh uang kiriman dari orang tua harus menunggu wesel yang datang
sebulan sekali, bukan transfer online
banking yang instan seperti sekarang. Mengambil uangnya pun bukan di ATM
terdekat seperti sekarang namun di kantor pos, dan kalau orang tua lupa
transfer tidak mudah mengingatkannya dengan SMS seperti sekarang, kalau tidak
punya telepon dirumah ya harus telegram. Nah, Gen Y tahu telegram?
Bagi para Boomers yang memiliki bawahan Gen Y, tambahkan sedikit
kesabaran Anda. Mereka besar dan tumbuh di periode yang infrastruktur jauh
lebih modern daripada Anda, dan hal ini berarti mereka memiliki kelebihan yang
tidak Anda miliki. Apa kelebihan mereka akan dibahas pada bagian Gen Y dalam
tulisan ini.
Hal menarik lain dari generasi
Boomers adalah konsep ‘Loyalitas Pada organisasi
yang cenderung lebih mendalam dibandingkan generasi yang lebih muda. Rata-rata
masa kerja mereka di suatu perusahaan bisa belasan hingga puluhan tahun.
Mereka terkadang cukup tercekam melihat bagaimana generasi yang lebih
muda berani dan dengan mudahnya lompat pekerjaan dari satu perusahaan ke
perusahaan lainnya. Salah satu penyebab hal ini adalah kecenderungan dari
perusahaan pada generasi Boomers untuk menerapkan kebijakan kepegawaian seumur
hidup, hal ini didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang cenderung stabil pada
jaman mereka. Selain itu informasi yang dimiliki Boomers tentang
kesempatan kerja tidak terdistribusi dan didapatkan secara
semudah seperti pada jaman sekarang (melalui internet). Hal inilah yang
kemudian cenderung mendorong Boomers untuk tetap tinggal di perusahaan.
Perhatikan baik-baik,
para Boomers saat ini umumnya mengisi posisi puncak di perusahaan Anda,
dan secara bergelombang mereka akan memasuki usia pensiun. Sangat
penting bagi Anda untuk memastikan regenerasi terjadi dengan lancar. Boomers
memiliki keunggulan yang tidak dimiliki generasi sekarang. Mereka memiliki pengalaman bertahun-tahun mengelola naik turunnya perusahaan
dan juga kepercayaan dari pelanggan / stakeholder karena telah lamanya terjalin
hubungan baik.
Sediakanlah kesempatan bagi
para Boomers untuk berbicara di forum pelatihan internal, jadikanlah mereka
mentor untuk generasi kerja yang lebih muda, pasangkanlah Boomers dengan
generasi yang lebih muda dalam bertemu dengan pelanggan /stakeholder. Adalah
suatu kemubaziran bila Anda tidak berhasil menyediakan sarana dan kesempatan
bagi para Boomers untuk berbagi manis getirnya mengelola perusahaan kepada yang
lebih muda.
Generasi X
(1960-1980)
Dipandang sebagai generasi yang mandiri, cerdas, dan kreatif. Kata X pada generasi ini dipopulerkan novel yang berjudul Generation X: Tales for an Accelerated Culture yang ditulis Douglas Coupland. Semangat “Do It Yourself” berperan dalam pembentukan cara pandang dan karakter mereka. Mendapatkan pendidikan tinggi dan sanggup menyelesaikan tugas dengan baik. Namun, generasi ini bisa dibilang golongan bermental konsumerisme (consumer mentality).
Para pekerja yang lahir sekitar tahun 1965-1980an
dikenal dengan generasi ‘X’. Generasi
ini mengalami masa-masa ekonomi
sulit ketika masih anak-anak, terjadi resesi pada
tahun 1970 - 80an. Generasi X kecil mengalami masa-masa dimana politik dan
keamanan Negara pada kondisi “sangat stabil” dan demokrasi yang tidak
berkembang. Generasi X tumbuh dewasa pada saat munculnya wabah AIDS
Mereka mengalami TV hitam-putih yang beralih ke TV berwarna yang ditonton
beramai-ramai bersama tetangga menyaksikan perubahan tatanan dunia: runtuhnya
tembok berlin, perang Iran-Iraq, dan bencana kelaparan Ethiopia.
Salah satu hal menarik pada jaman gen X adalah untuk pertama kalinya muncul konsep ‘kutu loncat’. Dimana
pekerja bisa loncat pindah ke tempat kerja lain dalam waktu yang singkat. Bila
Baby Boomers bisa menghabiskan belasan hingga puluhan tahun bekerja di suatu
perusahaan, maka suatu hal yang umum bagi Gen Y untuk bekerja hanya 3-7 tahun
pada suatu perusahaan.
Kebiasaan loncat dari satu perusahaan ke perusahaan lain ini disebabkan
karena dinamisnya kondisi ekonomi secara umum pada periode Gen X. PHK
besar-besaran yang jarang terjadi di jaman Boomers, banyak terjadi di jaman Gen
X. Dengan banyak terjadinya PHK ini era ‘kepegawaian seumur hidup’ mulai pudar.
Hal ini menyebabkan adanya pergeseran loyalitas dari sebelumnya
kesetiaan terletak kepada ‘perusahaan’ menjadi kesetiaan
kepada ‘profesi’. Bila ada kesempatan diluar perusahaan yang memberikan
kelebihan untuk berkembangnya karir profesi, maka Gen X memiliki kecenderungan
yang lebih besar untuk meninggalkan perusahaan dibandingkan generasi
sebelumnya. Oleh karena itu Gen X cenderung melihat pelatihan
sebagai sesuatu yang sangat penting dan membanggakan dalam mengembangkan
kapasitas mereka sebagai profesional pada bidang masing-masing.
Berkaca pada pengalaman mereka, tidak sedikit dari Gen X yang melihat
seniornya setelah bekerja keras dan lembur bertahun-tahun harus berakhir dengan
PHK masal. Bagi Gen X Pengalaman ini mengajarkan pentingnya ‘work life balance’ atau keseimbangan
antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi.Gen X cenderung lebih tegas dalam
membatasi antara waktu kerja dan pribadi. Mereka bisa sangat sensitif dengan hak mereka bila sudah diluar jam kantor.
Hal menarik lain pada Gen X adalah mereka cenderung lebih mudah
beradaptasi dengan perkembangan teknologi dibandingkan generasi sebelumnya.
Pada jaman merekalah revolusi teknologi informasi dan komunikasi merebak.
Penggunaan email dan telepon seluler memungkinkan penyebaran informasi lebih
cepat dan juga memudahkan komunikasi dengan rekan kerja (peers). Ini
kemudian mendorong gaya pengambilan keputusan dan komunikasi yang cenderung
lebih egaliter (setara) dibandingkan generasi sebelumya. Posisi yang diemban
oleh Gen X saat ini umumnya adalah posisi manajerial di perusahaan. Bila
dikelola dengan baik Gen X dapat menjadi generasi penjembatan antara Boomers
dan juga generasi yang konon sangat dinamis, para Gen Y.
Generasi Y (lahir setelah 1980)
Rasa percaya
diri, optimistis, ekspresif, bebas, dan menyukai tantangan tercermin dari
generasi ini. Terbuka terhadap hal-hal baru dan selalu ingin
tampil beda dari yang lain. Mereka benar-benar menggunakan
kreativitasnya untuk menciptakan sesuatu yang baru. Menyukai suasana kerja yang santai dan mampu mengerjakan
beberapa hal secara bersamaan (multitasking).
Mereka termasuk peduli terhadap gaya (style) dan cepat beradaptasi
dengan teknologi. Sayangnya, generasi ini gampang bosan
dan loyalitasnya dalam urusan pekerjaan terbilang kurang.
Disebut Gen
Y karena mereka hadir setelah Gen X. Sebagian lagi menyebut mereka
‘Millenials’. Disebut seperti itu karena mereka pada umumnya masuk di dunia
kerja pada milenium baru (tahun 2000 keatas). Gen Y adalah mayoritas tenaga
kerja muda. Ini berarti mereka adalah masa depan perusahaan. Dengan kata lain
mereka adalah generasi yang menghasilkan sumber pemasukan perusahaan Anda di
masa depan.
Bagi para
seniornya, Gen Y bisa jadi dilihat sebagai generasi yang sangat asertif terhadap pikiran mereka. Pertanyaan unik
seperti, “kapan saya bisa jadi manager menggantikan bapak?”, adalah khas
Gen Y, yang tidak pernah terpikir berani ditanyakan oleh generasi sebelumnya.
Bagi mereka yang datang dari generasi sebelumnya mungkin pernah
mendengar atasan berkata “ikuti saja jangan banyak tanya, kalau enggak suka
silahkan keluar”, nah Gen Y ini cenderung resign betulan dari
perusahaan bila dibegitukan.
Bagi mereka yang datang dari generasi yang lebih tua, jangan buru-buru
mengambil kesimpulan bahwa Gen Y adalah generasi yang sombong. Berusahalah
untuk memahami gaya blak-blakan dalam bicara ala Gen Y adalah suatu hal yang
sangat didukung oleh era keterbukaan informasi dimana mereka dibesarkan. Gaya
ini sangat dipengaruhi perkembangan internet dan media sosial. Sangat mudah
bagi seseorang untuk mendapatkan informasi dan mengutarakan pendapat. Khususnya
bagi Gen Y yang konsisten terkoneksi dengan dunia maya.
Hal ini kemudian menciptakan keunikan pada Gen Y. Dibandingkan generasi
sebelumnya. Gen Y memiliki kebutuhan yang lebih tinggi
untuk mengutarakan pendapat dan bertanya. Dengan kata lain mereka lebih
berani dalam mengajukan ide segar maupun kreatif di tempat kerja.
Dalam hal pelatihan gaya belajar Gen Y cenderung menikmati model
pelatihan yang bersifat kolaboratif dan
menitikberatkan pada diskusi antar peserta.
Pengajar lebih sebagai fasilitator, bukan nara sumber segala pengetahuan.
Mereka cenderung fasih mendapatkan informasi melalui internet dibandingkan
generasi sebelumnya.
Dalam hal
upah, sama seperti generasi sebelumnya, upah kompetitif masih menjadi faktor
motivasi yang penting. Hal menarik lainnya dari Gen Y adalah konsep ‘tujuan’
dalam bekerja.
Bagi Gen Y
‘tujuan’ menjadi sesuatu yang penting. Kecenderungan
untuk memberikan semangat dan kinerja gila-gilaan muncul bila mereka merasa
perusahaan berkontribusi sesuatu yang penting bagi masyarakat dan mereka adalah
bagian di dalamnya. Hal ini bisa Anda kapitalisasi dalam strategi
rekrutmen Perusahaan. Gambarkanlah dampak positif perusahan Anda bagi
masyarakat ketika proses perekrutan. Tambah lagi bila dipadu dengan gambaran
bahwa perusahaan Anda adalah tempat yang ‘asyik’ dan ‘menyenangkan’ untuk
bekerja. Hal ini akan membuat kandidat Gen Y ‘termehek-mehek’ dengan perusahaan
Anda.
Konsep tempat bekerja yang ‘asyik’ dan
‘menyenangkan’ sangat penting bila Anda ingin bicara tentang strategi
retensi bagi Gen Y. Jangan kaget bila kemudian dengar Gen Y ikutan resign
hanya karena teman akrabnya satu kantor resign. Dukung dan perbanyaklah
aktifitas ‘informal’ di perusahaan. Aktifitasnya tentu bisa disesuaikan dengan
kantong masing-masing Perusahaan. Ikut urunan biaya futsal, bulu tangkis, atau
‘ngebakso’ sebulan sekali, merupakan suatu hal yang sangat penting untuk Gen Y.
Bagi para senior yang kesulitan dengan junior Gen Y, Bicaralah dengan sering, dalam waktu yang singkat, dan dalam
suasana santai. Sisihkan waktu minimal 3x seminggu selama 10-15 menit. Diskusi
dengan periode singkat dan frekuensi sering tampaknya sangat efektif bagi Gen
Y. Selama diskusi dengarkan dengan baik cerita mereka tentang pekerjaan dan
berikan pujian kepada mereka. Bila Anda merasa ada yang perlu diperbaiki oleh
Gen Y ,straight to the point. Gen Y adalah generasi yang kurang peka/ tidak begitu paham sindiran halus. Setiap generasi
tentu senang didengarkan dan dipuji, namun bagi Gen Y hal ini adalah sesuatu
yang sangat penting dan sangat mereka butuhkan.
Bila Anda memiliki proyek yang perlu dikerjakan Gen Y gambarkan ‘tujuan’
yang Anda harapkan, sisanya berikan kebebasan bagi mereka dalam mencapainya.
Tidak jarang mereka bisa memberikan hasil yang cukup menarik. Selain itu,
variasi kerja menjadi sesuatu yang terasa lebih urgent dibandingkan
generasi sebelumnya, tingkat kejenuhan Gen Y cenderung lebih cepat. Untuk
mengantisipasi hal ini berikan penugasan yang variatif.Bagi Anda yang bergerak
di pabrik atau industri yang cenderung repetitif, perbanyak rotasi dari satu
lini ke lini lainnya, setidaknya 2x dalam setahun sangat direkomendasikan.
Generasi Z (kelahiran 1995-2012)
Generasi ini lahir saat penggunaan komputer, internet, dan smartphone
sedang marak. sehingga generasi ini akrab dengan penggunaan teknologi digital
serta media sosial. Generasi ini memiliki pemikiran
yang terbuka (open-minded). Spontan dalam mengungkapkan yang dirasakan
dan dipikirkan. Mereka adalah generasi yang paling terhubung, terdidik,
dan termutakhir.
Generasi Z telah membawa perubahan signifikan
dalam dunia kerja. Mereka mencari pekerjaan yang memberikan fleksibilitas,
mengadopsi teknologi sebagai mitra kerja utama, mengutamakan kolaborasi dan
keterlibatan, mendorong pembelajaran seumur hidup, dan membawa gaya
kepemimpinan yang berbeda. Ini adalah perubahan yang menarik yang memengaruhi
bagaimana perusahaan beroperasi dan berinteraksi dengan tenaga kerja mereka.
Gen Z menempatkan keseimbangan
antara hidup dan karier sebagai prioritas utama. Mereka lebih cenderung
mencari pekerjaan yang menawarkan fleksibilitas,
seperti bekerja dari rumah atau memiliki jadwal yang dapat disesuaikan. Menurut
Harvard Business Review, generasi ini cenderung mencari pekerjaan yang
memungkinkan mereka mengintegrasikan pekerjaan dengan kehidupan pribadi mereka,
bukan memisahkan keduanya. Fleksibilitas ini telah mengubah cara
perusahaan beroperasi. Banyak perusahaan yang mulai mengadopsi kebijakan
bekerja dari rumah dan memungkinkan karyawan untuk memiliki jadwal yang lebih
fleksibel, sejalan dengan preferensi Generasi Z.
Generasi Z tumbuh dengan teknologi dan menggunakan
perangkat digital sejak usia dini. Mereka sangat terampil dalam menggunakan
perangkat lunak dan aplikasi terbaru. Oleh karena itu, teknologi tidak hanya sebagai alat kerja, tetapi juga mitra
kerja utama bagi generasi ini. Menurut Forbes, Generasi Z
memiliki pandangan yang positif terhadap kemajuan teknologi dan terbuka
terhadap penggunaan alat-alat pintar, seperti kecerdasan buatan (AI) dan
otomatisasi. Mereka melihat teknologi sebagai cara untuk meningkatkan
produktivitas dan efisiensi dalam pekerjaan mereka.
Generasi Z cenderung mencari
lingkungan kerja yang mendorong kolaborasi dan keterlibatan. Mereka ingin merasa bahwa
pekerjaan mereka memiliki makna dan dampak positif pada dunia. Menurut
Deloitte, generasi ini cenderung memilih perusahaan yang memiliki misi sosial
dan lingkungan kerja yang inklusif. Keterlibatan ini juga tercermin dalam preferensi mereka
terhadap bentuk komunikasi yang berbeda. Generasi Z lebih suka berkomunikasi
melalui pesan teks, video, atau platform media sosial daripada berkomunikasi
secara langsung atau melalui email.
Pembelajaran
Seumur Hidup
Perkembangan teknologi yang
pesat membuat pekerjaan dan keterampilan yang diperlukan dalam dunia kerja
terus berubah. Generasi Z menyadari pentingnya pengembangan keterampilan.
Menurut Inc., mereka cenderung mencari perusahaan yang menawarkan peluang
pembelajaran dan pengembangan yang berkelanjutan. Banyak generasi ini juga
menjadikan kursus online, webinar, dan sumber daya digital lainnya sebagai
media untuk mengembangkan keterampilan mereka secara mandiri. Ini mencerminkan keinginan
mereka untuk selalu berkembang dan relevan dalam dunia kerja yang kompetitif.
Kepemimpinan
Berbeda
Penting untuk diingat bahwa
beberapa anggota Generasi Z sudah mulai menempati posisi kepemimpinan dalam
perusahaan. Mereka membawa gaya kepemimpinan yang berbeda, lebih terbuka
terhadap masukan, dan lebih inklusif. Generasi Z cenderung lebih kolaboratif
daripada otoriter, dan mereka menghargai keragaman dan inklusivitas dalam tim
mereka.
Generasi Alpha
Setelah tahun 2010, mereka
yang baru lahir disebut sebagai bagian dari Generasi Alpha. Seperti halnya
Generasi Z yang lahir sebelumnya, mereka yang lahir setelah tahun 2010 sudah
familiar dengan teknologi sejak usia yang sangat belia. Banyak dari mereka yang
sudah menggenggam smartphone sebelum lancar berjalan atau berbicara.
Karena itu, banyak yang beranggapan bahwa generasi ini merupakan generasi yang
paling transformatif, terutama dalam hal penggunaan dan pengembangan teknologi.
Gen
Alfa diprediksikan mulai mengisi tempat kerja di tahun 2028, dengan anggapan
usia minimum untuk bekerja di Indonesia adalah 15 tahun, 13 tahun pekerjaan
ringan dan 18 tahun pekerjaan berat. Gen Alfa di industri 5.0 adalah mindset,
skillset, dan toolset baru supaya dapat terus berkembang dan bertumbuh
disarankan supaya
perusahaan sekarang ini menciptakan budaya learning (learning
organization), yang
mana setiap karyawannya mau belajar dan mengajar sembari bekerja (knowledge sharing). Dengan demikian, mereka pun akan menjadi lebih
kompeten dalam mengerjakan tugasnya masing-masing, meskipun hal ini datang tanpa
disadari. Memanfaatkan
teknologi dan metaverse untuk bekerja. Kesejahteraan di tempat kerja menjadi prioritas
lebih dari sebelumnya. Keberagaman dan Inklusi wajib diwujudkan. Preferensi tempat kerja dan hasrat untuk
membuat dampak positif.
Komentar
Posting Komentar